Halaman

Sabtu, 27 April 2013

Iron Man 3 review - A Grandiose Opening for Phase 2

Halu! Setelah mungkin hampir sebulan lebih vakum, ya sekarang kembali lagi dengan review Iron Man 3! Ok. Indonesia dapat tanggal rilis 25 April, yang bisa dibilang suatu hal yang menguntunkan, benar? Jadi, cukup basa basi, sekarang... reviewnya...


Filmnya dibuka dengan lagu 'Blue Da ba Dee' oleh Eiffel 65 dan monolog dari Tony Stark (Robert Downey Jr.) yang bercerita tentang pertemuannya dengan Aldrich Killian (Guy Pearce) dan Maya Hansen (Rebecca Hall) beserta Yinsen, jika anda ingat dia siapa... Lalu kembali lagi ke masa sekarang dan disitu kita lihat Tony yang stress dan panik (karena... alien..) dan terus-terusan mengembangkan armor-armor barunya agar ia merasa terlindungi. Kemudian, Killian kembali dengan rencana untuk menghancurkan Tony dengan bekerja
Pasukan Extremis siap tempur
sama dengan teroris terkemuka Mandarin (Ben Kingsley). Tony yang sedang mengalami hubungan yang tegang dengan Pepper Potts (Gwyneth Paltrow), tiba-tiba diserang oleh Mandarin yang di awal film ditantang oleh Tony karena telah membuat bodyguardnya, Happy Hogan (ex-sutradara Iron Man 1-2, Jon Favreau)
Aldrich Killian
koma. Tony yang kemudian menyaksikan rumah kesayangannya 10880 Malibu Point hancur, mencari tempat yang aman setelah berhasil menyelamatkan Pepper dan Maya. Tony pun mendarat di Rose Hill, Tennessee dan berkawan dengan seorang anak cerdas bernama Harley. Disitulah Tony mengetahui bahwa AIM milik Killian mengembangkan virus 'Extremis' untuk pasukan Mandarin. Disinilah perjalanan yang menguji pendirian dan kesabaran Tony. Berhasilkah?

Itulah tadi ringkas cerita yang bisa saya sampaikan dari Iron Man 3. Sekarang reviewnya. Seperti biasa, film ini menampilkan jajaran aktor-aktor hebat dengan kemampuan akting yang mumpuni. Film ini pun disutradarai oleh seorang sutradara/penulis cerita/naskah yang luar biasa, yaitu Shane Black (sutradara Kiss Kiss Bang Bang dan penulis naskah Lethal Weapon). Film ini dalam pengerjaan penulisan naskah dan cerita juga didukung oleh Drew Pearce (penulis Sherlock Holmes: A Game Of Shadows). Dari segi cerita, entah kenapa saya merasa sedikit kurang. Memang ceritanya jauh lebih bagus daripada yang kedua, tapi entah kenapa bagi saya sendiri, walaupun bagus tapi masih dibilang tidak sebaik yang pertama, tapi nevertheless, bisa dibilang enar-benar bagus. Unsur aksi dan komedi yang disuguhkan pun memang tidak lain tidak bukan memang gaya aksi dan komedi yang biasa anda temukan di film-film yang melibatkan Shane Black didalamnya, not to mention, Kiss Kiss Bang Bang...

Duet maut... Tanpa armor
Di bagian dimana pertarungan terakhir mengambil tempat (lebih tepatnya sesaat sebelum pertarungan terakhirnya terjadi...), aksi shootout antara Tony-Rhodey dan pasukan Mandarin memang terasa seperti aksi shootout yang bisa anda temukan di Lethal Weapon. Saya merasa bukan melihat Tony-Rhodey, tapi malah seperti melihat 2 karakter utama Lethal Weapon. Untuk komedinya sendiri, setelah observasi mendalam
saat saya menonton film ini, tidak banyak dipahami oleh orang Indonesia. Tapi saya sendiri menemukan komedi yang disuguhkan di film ini benar-benar tongue in-cheek. Di film ini, pengerjaan SFXnya tidak disertai oleh Industrial Light and Magic lagi. Karena hal inilah di beberapa bagian, pengerjaan CGI nya tidak terlalu bagus dan terkesan 'dodol'. Bagian CGI yang paling parah adalah bagian dimana Tony berhasil keluar dari penjara dan menuruni tangga resort Mandarin. Tapi, dengan bantuan Digital Domain, efek-efek bagian pertarungannya benar-benar epik.

Tony, beberapa saat sebelum momen traumatisnya
Dalam film ini, sifat Tony pun dirubah karena efek dari apa yang terjadi saat dia menyelamatkan New York dari misil penghancur SHIELD, yang dibuangnya melalui lubang hitam. Keadaan mental Tony tidak sama lagi sejak kejadian itu. Tony mengalami mental breakdown dan paranoid, yang mengarah terhadap pembuatan armor-armor baru (yang totalnya mencapai sekitar 35, jika armor-armor dari film sebelumnya tidak dihitung). Kelemahan Tony yang merasa bukan apa-apa dibandingkan Dewa, Manusia Super, agen terlatih dan
Monster serta trauma dirinya atas serangan Chitauri di New York benar-benar ditangkap dengan sempurna oleh RDJ, seperti biasanya. Sifat arogan dan ego yang tinggi Tony pun dikurangi dan menunjukkan evolusi karakter Tony Stark yang benar-benar... luar biasa.

Score yang dikomposisi oleh Brian Tyler ini pun benar-benar menghentak dan pas untuk cerita Iron Man, terutama score 'Can You Dig It' yang diletakkan di credits filmnya, yang memiliki kesan hip dan pas untuk kepribadian Tony Stark. Saya pun bahkan berkata dalam hati "seharusnya beginilah score untuk Iron Man dari awal!" Di setiap adegan, score yang disuguhkan pun tepat sasaran dan memang cocok untuk bagian tersebut, tanpa ke-'lebay'-an sedikitpun.

Iron Legion

Igor, alias proto-Hulkbuster
Untuk armor-armor Tony (yang dipanggil Iron Legion di internet), yang totalnya mencapai 42 pun mengambil banyak referensi dan iterasi dari komiknya sendiri, seperti Silver Centurion, Hulkbuster (yang disini diberi nama Igor dan belum berfungsi sebagai armor anti-Hulk), Hypervelocity Armor, Gemini
Starboost Space Armor, dan lainnya.
War M... whoops, maaf... Iron Patriot!

Di film inipun War Machine di cat layaknya kostum Captain America dan diberi nama Iron Patriot. Nah, Iron Patriot di komiknya sendiri merupakan armor Tony yang dicuri oleh Norman Osborn (Green Goblin) dan dipakainya untuk memimpin pasukan pemberontak yang melawan para Avengers dengan anggotanya sendiri.
Di film ini, nama itu digunakan, mengingat Spider-Man tidak ada hubungannya dengan Avengers. Armor-armor ini sendiri mempunyai kemampuan masing-masing dan memiliki sistem remote yang bisa dipanggil Tony untuk langsung menyatu dengannya. Spoiler Alert, semua armornya akan hancur.

Salah satu momen paling sedih, sumpah...
Plot twist yang dimunculkan disini pun sedikit unik. Bagus, tapi mengkhianati materi adaptasi aslinya. Dan plot twist ini digunakan ke karakter Mandarin. Untuk para pecinta komik mungkin akan merasa sedikit terkhianati dengan penampilan sesungguhnya dari Mandarin. Tapi hal ini ada sebabnya. Dikarenakan tipe penjahat tipe overlord seperti ini sudah terlalu mainstream, Black ingin menambahkan sedikit realisme terhadap penjahat yang ditampilkan,
"You'll neverrr sseee me comminggg...."
sehingga bisa direlasikan ke kehidupan sehari-hari. Tapi, tetap saja, masih agak kesal, tapi kekesalan itu ditutupi oleh penampilan Ben Kingsley yang luar biasa.

Bisa dibilang film ini merupakan perkembangan yang bagus bagi franchise nya dan merupakan pembuka yang benar-benar pas untuk Phase 2. Walaupun ada sedikit masalah dengan CGI, tapi film ini tetap menjadi film yang wajib tonton untuk tahun ini. Sungguh disayangkan jika anda ketinggalan film ini, karena sebagai pembuka Phase 2, film ini benar-benar memberi kesan yang sama seperti saat anda pertama kali menonton film Iron Man 1, tapi perbedaannya, anda sudah mengenal Tony Stark, dan justru karena anda mengenalnya lah maka anda akan dikejutkan dengan character improvement yang benar-benar tidak biasanya.

Maka, dikarenakan akting, cerita dan segala hal (kecuali CGI nya, maaf ya...) maka film inipun pantas diberi nilai yang dikategorikan sangat bagus yaitu...

9.0/10

Ya, maaf kalau ada kekurangan dalam review kali ini dan maaf juga jika kata-kata dalam review ini tidak tersusun dengan baik, dikarenakan saya hanyalah manusia biasa, yang tidak memiliki kesempurnaan, dan kesempurnaan adalah milik Tuhan Yang Maha Esa dan sudah menjadi hak cipta milik Andra and The Backbone. Maaf membuat pembaca sekalian menunggu lama, tapi hey! saya muncul lagi di momen yang pas bukan? Sekian dari saya, jika ada pertanyaan silahkan utarakan di bagian komen dibawah. Arigatou Gozaimasu, till next time, yo...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar