Pertempuran di Vanaheim, dengan palu Mjolnir terbang di tengah-tengahnya |
Chris Hemsworth sebagai Thor |
Malekith The Accursed dan Algrim sebelum berubah jadi Kurse |
Yak, itu tadi sinopsis 'Thor: The Dark World'. Film yang digarap oleh sutradara seri TV 'Game of Thrones', Alan Taylor ini berhasil dalam membuat sebuah film Marvel yang bertema serius namun tidak terlalu gelap. Bahkan, sekuel ini malah berhasil mengocok perut dengan beberapa momen-momen komedi nya yang benar-benar brilian, seperti semua momen dari Erik Selvig (Stellan Skaarsgard), momen Darcy dengan Ian, dan masih banyak lagi. Film ini mematahkan anggapan bahwa "sekuel pasti akan lebih buruk dari pendahulunya, seperti Iron Man 2". Tidak. Film ini malahan berhasil menyeimbangkan antara sebuah cerita yang bagus, penyutradaraan yang baik dan momen-momen komedi yang benar-benar "ha ha ha!".
Adapun beberapa hal yang patut di perhatikan, seperti pertempuran di Vanaheim yang terasa seperti sebuah episode dari 'Game of Thrones', namun bersetting di Asgard, dan pertempuran dogfight antara Asgard dan pesawat-pesawat Dark Elves yang terkesan seperti anda sedang duduk manis dirumah dan menonton kembali salah satu film 'Star Wars', dan itu adalah hal yang sangat bagus. Anehnya, film ini entah kenapa memberi sebuah kesan mirip-mirip dengan trilogi 'Lord Of The Rings'. Karena, sumpah, dari awal sampai akhir, setiap kali settingnya bukan di Bumi, ada kesan bahwa film ini seperti berada di dunia yang sama dengan trilogi tersebut. Dialog-dialog yang disuguhkan pun terkesan Shakesperean seperti 'Thor', namun tidak terlalu dilebih-lebihkan dan dipaksakan. Jujur saja, film ini benar-benar menyuguhkan sebuah tontonan yang nikmat, walaupun anda tidak memahami isi filmnya karena belum nonton 'Thor' dan 'The Avengers'. Salah satu faktor "wah" nya juga datang dari kemegahan Asgard yang kali ini di desain ulang dan tidak terlihat seperti tempat tinggal para dewa Yunani dan lebih terkesan "Norwegia-ish"
Asgard, dan segala kemegahannya |
Tom Hiddleston sebagai Loki |
mengapa -walaupun diperankan dengan sangat baik, dan acungan jempol dibagian dimana mereka ngomong pake bahasa Dark Elf- benar-benar 'underdeveloped' dan jujur saja, hingga sekarang saya tidak tahu motif kejahatan yang sesunggunya dari mereka.
Aksi yang disuguhkan pun benar-benar "wah" dan lebih baik dari film yang pertama, namun tidak terlalu lebay dan over the top ataupun se-epik 'The Avengers', tapi tetap saja, memanjakan mata. Efek 3D nya pun -walaupun hasil konversi- renyah dan gurih dalam artian yang bagus, tidak jelek dan tidak seperti film 3D bodoh dimana semuanya beterbangan tidak menentu. Beberapa momen dogfight pun seperti diambil dari salah satu adegan dogfight di 'Star Wars', dan anda mungkin hampir tidak bisa membedakannya jika aircraft nya diganti jadi aircraft dari 'Star Wars'. Adapun music score (yang kali ini dikomposisi oleh Brian Tyler, komposer Iron Man 3) benar-benar megah, majestik dan memunculkan kesan 'tidak dari dunia ini' tapi... gampang dilupakan. Benar-benar gampang dilupain dah...
"Kostum ini ketat dan memancarkan kepercayaan diri!" -Loki, sambil menyamar jadi Cap- |
Erik Selvig dan penjelasannya tentang multiverse (lihat tulisan 616 Universe di papan) |
Namun, seperti layaknya film biasa lainnya, film ini tidak luput dari kesalahan. Malekith, Algrim dan para Dark Elves terasa underdeveloped dan tidak jelas motifnya, music score yang gampang terlupakan, penjahat-penjahat yang terasa.... terlalu gampang untuk dikalahkan dan tidak memberi ancaman yang terlalu serius. Serta, film ini terlalu banyak karakter protagonis dan tidak banyak antagonis, dan hal itu membuat film ini terlalu overstuffed dengan orang-orang baik, tapi orang jahatnya seperti hampir tidak ada. Lalu, masalah pacing. Film ini terasa seperti sedang mengejar sesuatu, sehingga beberapa hal dan plot point patut dipertanyakan, dikarenakan resolusi masalah yang terlalu cepat, dan itu bagi saya sedikit mengganggu. Kemudian, ada hubungan romantika antara sang dewa petir dan si peneliti wanita pintar. Memang, disini dikembangkan dengan baik, tapi apa basisnya?
Di 'Thor', hubungan mereka itu tiba-tiba saja dan tidak berdasar apapun, seperti mobil yang berjalan pelan tapi dalam waktu menit sampai ke negara tetangga.
Jane Foster dan Thor |
Layaknya Iron Man 3, muncul pertanyaan. "Dimana organisasi S.H.I.E.L.D? Kenapa mereka gak bantu si Thor di pertarungan terakhir di Greenwich?". Mengingat sekarang seri TV 'Agents of S.H.I.E.L.D' menghiasi layar kaca, diharapkan -jika anda yang punya TV kabel menontonnya- seri TV tersebut menjelaskan kenapa S.H.I.E.L.D tidak muncul di Iron Man 3 dan Thor: The Dark World. Sepertinya ini waktunya memberi penilaian. Yak, nilai yang saya (berani) berikan adalah.......
8.9/10
Tadi itu review saya yang sepertinya tidak seperti yang dulu (karena sudah agak lupa dan terlambat seminggu), jika ada kesalahan dalam jumlah banyak mohon dimaklumi saja, dan jangan penggal kepala saya karena saya masih kepengen hidup, dan sesungguhnya bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan yang Maha Esa, Tom Hiddleston dan Andra and The Backbone, till then... Adios amigos, stay classy as usual!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar